Anak
berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak
Luar Biasa (ALB)” yang menandakan adanya kelainan khusus. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak
dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan
yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tunanetra
mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan
tunarungu berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Anak
berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai
dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk tunanetra, SLB
bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D untuk
tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda.
Tunanetra
Tunanetra adalah individu yang memiliki
hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua
golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah
individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari
6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra
memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran
menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran.
Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran
kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar
timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti
lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra
beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi
dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan
arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat
khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).
Berikut identifikasi anak yang mengalami gangguan penglihatan:
- Tidak
mampu melihat,
- Tidak
mampu mengenali orang pada jarak 6 meter,
- Kerusakan
nyata pada kedua bola mata,
- Sering
meraba-raba/tersandung waktu berjalan,
- Mengalami
kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,
- Bagian
bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering,
- Mata
bergoyang terus.
Strategi pembelajaran bagi anak tunanetra
Strategi pembelajaran pada dasarnya adalah pendayagunaan secara tepat
dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran yang
meliputi tujuan, materi pelajaran, media, metode, siswa, guru, lingkungan
belajar dan evaluasi sehingga proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan
efesien. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
menentukan strategi pembelajaran , antara lain:
- Berdasarkan
pengolahan pesan terdapat dua strategi yaitu strategi pembelajaran
deduktif dan induktf.
- Berdasarkan
pihak pengolah pesan yaitu strategi pembelajaran ekspositorik dan
heuristic.
- Berdasarkan
pengaturan guru yaitu strategi pembelajaran dengan seorang guru dan
beregu.
- Berdasarkan
jumlah siswa yaitu strategi klasikal, kelompok kecil dan individual.
- Beradsarkan
interaksi guru dan siswa yaitu strategi tatap muka, dan melalui media.
Selain strategi yang telah disebutkan di atas, ada strategi lain yang
dapat diterapkan yaitu strategi individualisasi, kooperatif dan modifikasi
perilaku.
Tunarungu
Tunarungu adalah individu yang
memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen.
Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
- Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB),
- Gangguan pendengaran ringan(41-55dB),
- Gangguan pendengaran sedang(56-70dB),
- Gangguan pendengaran berat(71-90dB),
- Gangguan pendengaran ekstrem/tuli(di atas 91dB).
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu
tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara
berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk
abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa
berbeda-beda di setiap negara. Saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara
berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh.
Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang
abstrak.
Berikut identifikasi anak yang mengalami gangguan pendengaran:
- Tidak
mampu mendengar,
- Terlambat
perkembangan bahasa,
- Sering
menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,
- Kurang/tidak
tanggap bila diajak bicara,
- Ucapan
kata tidak jelas,
- Kualitas
suara aneh/monoton,
- Sering
memiringkan kepala dalam usaha mendengar,
- Banyak
perhatian terhadap getaran,
- Keluar
nanah dari kedua telinga,
- Terdapat
kelainan organis telinga.
Strategi pembelajaran bagi anak tunarungu
Strategi yang biasa digunakan untuk anak tunarungu antara lain: strategi
deduktif, induktif, heuristic, ekspositorik, klasikal, kelompok, individual,
kooperatif dan modifikasi perilaku.
Tunagrahita
Tunagrahita adalah individu yang
memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai
dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.
- Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),
- Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),
- Tunagrahita berat (IQ : 20-35),
- Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).
Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik
beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.
Strategi pembelajaran bagi anak tunagrahita
Strtegi pembelajaran anak tunagrahita ringan yang belajar di sekolah
umum akan berbeda dengan strategi anak tunagrahita yang belajar di sekolah luar
biasa. Strategi yang dapat digunakan dalam mengajar anak tunagrahita antara
lain;
- Strategi
pembelajaran yang diindividualisasikan
- Strategi
kooperatif
- Strategi
modifikasi tingkah laku
Tunadaksa
Tunadaksa adalah individu yang
memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan
struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat
gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam
melakukan aktivitas fisik tetap masih
dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik
dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan
total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
Berikut identifikasi anak yang mengalami kelainan anggota tubuh
tubuh/gerak tubuh:
- Anggota
gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,
- Kesulitan
dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),
- Terdapat
bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari
biasa,
- Terdapat
cacat pada alat gerak,
- Jari
tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,
- Kesulitan
pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh tidak
normal,
- Hiperaktif/tidak
dapat tenang.
Strategi pembelajaran bagi anak tunadaksa
Strategi yang bias diterapkan bagi anak tunadaksa yaitu melalui
pengorganisasian tempat pendidikan, sebagai berikut:
- Pendidikan
integrasi (terpadu)
- Pendidikan
segresi (terpisah)
- Penataan
lingkungan belajar
Tunalaras
Tunalaras adalah individu yang
mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu
tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma
dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor
internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.
Strategi pembelajaran bagi anak tunalaras
Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985)
mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;
- Model
biogenetic
- Model
behavioral/tingkah laku
- Model psikodinamika
- Model
ekologis
Kesulitan
belajar
Adalah individu yang memiliki
gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup
pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat memengaruhi
kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia
perkembangan. individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas
rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak,
gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.
Berikut adalah karakteristik anak yang mengalami kesulitan belajar dalam
membaca, menulis dan berhitung:
- Anak
yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
- Perkembangan
kemampuan membaca terlambat,
- Kemampuan
memahami isi bacaan rendah,
- Kalau
membaca sering banyak kesalahan
- Anak
yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)
- Kalau
menyalin tulisan sering terlambat selesai,
- Sering
salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6
dengan 9, dan sebagainya,
- Hasil
tulisannya jelek dan tidak terbaca,
- Tulisannya
banyak salah/terbalik/huruf hilang,
- Sulit
menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
Strategi pembelajaran bagi anak
dengan kesulitan belajar
- Anak berkesulitan
belajar membaca yaitu melalui program delivery dan remedial teaching
- Anak
berkesulitan belajar menulis yaitu melalui remedial sesuai dengan tingkat
kesalahan.
- Anak
berkesulitan belajar berhitung yaitu melalui program remidi yang
sistematis sesuai dengan urutan dari tingkat konkret, semi konkret dan
tingkat abstrak.